Agama tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Ribuan tahun lalu spesies manusia Neanderthal sudah memperaktikan ritual keagamaan. Terbukti dengan ditemukannya tengkorak manusia yang dikubur bersama artefak dan bunga di situs pemakaman purbakala di gua Shanidar di Irak yang menunjukan kepercayaan kehidupan di alam baka. Hal yang sama juga ditemukan di situs Gobekli Tepe, Turki. Situs berbentuk lingkaran yang diperkirakan dibangun sekitar 10, 000 SM diyakini para arkeolog merupakan bangunan yang diperuntukan untuk ritual dan pemakaman.
Selain keyakinan apokaliptik, agama juga memberikan efek psikologis bagi penganutnya. Kekuatan agama terletak pada praktik peribadatan atau meditasi yang berguna bagi kesehatan mental seseorang. Ritual beribadah atau meditasi dianggap bisa mengurangi ketegangan dan kecemasan. Selain itu, agama juga diyakini bisa memberikan rasa kebersamaan dan saling menopang ketika terjadi musibah atau bencana.
Dr. Harold G Koenig, MD seorang ahli yang banyak meneliti tentang agama dan kesehatan mengatakan
“Salah satu alasan kenapa agama sangat bermanfaat, karena agama memberikan tujuan dan arti dari kehidupan dan hal tersebut membantu seseorang menyadarkan ada sesuatu yang tidak beres dalam kehidupannya.”
Pengajar dan direktur Pusat Kajian Spiritualitas, Teologi dan Kesehatan di Universitas Duke di Inggris tersebut bertahun – tahun melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa keterlibatan seseorang dalam praktik keagamaan, spiritualitas dan kepercayaan memiliki efek positif baik bagi kesehatan fisik maupun mental. Berikut beberapa poin penting dari hasil penelitian Dr. Harold G Koenig yang menyimpulkan bahwa beragama baik untuk :
- Mengurangi penyakit jantung, hipertensi dan stroke.
- Kesehatan mental, baik depresi, anxiety atau kecemasan dan mencegah orang bunuh diri.
- Melibatkan diri dalam praktik keagamaan juga membuat seseorang memiliki daya tahan dalam menghadapi beban stres dalam kehidupan.
- Beragama atau hidup dengan spiritualitas serta kepercayaan terhadap Yang Maha Kuasa ternyata bisa membuat umur seseorang lebih panjang.
Baru-baru ini Universitas Chiang Mai di Thailand melakukan penelitian bahwa ternyata menjalankan lima prinsip dalam ajaran agama Budha bisa membantu mengurangi depresi atau beban stres yang berlebihan. Peneliti dari Universitas ini melakukan penelitian terhadap 644 pemuda untuk memantau tingkat stres, depresi dan neurotik . Walaupun 93 persen dari mereka penganut ajaran Budha, namun mereka yang serius menaati lima prinsip Budha ternyata memiliki tingkat stres dan depresi yang rendah. Peneliti Nahathai Wongpakaran mengatakan, persepsi terhadap ajaran Budha ternyata menjadi penyangga melawan perasaan stress dan depresi. Ke lima prinsip ajaran Budha tersebut, yakni jangan membunuh, mencuri, berselingkuh, berbohong dan mabuk-mabukan. Para Peneliti di Universitas Chiang Mai meyakini bila ke lima prinsip tersebut dipegang teguh, manusia akan menjalani kehidupan yang lebih baik.
Stres dan depresi dipercaya menjadi penyebab tidak langsung kematian. Penyakit diabetes, stroke dan jantung salah satu yang disebabkan stres dan depresi kronis. Bahkan, dalam tingkat tertentu depresi bisa memicu seseorang mengambil jalan pintas – bunuh diri.
Beban hidup yang berat serta harapan yang tinggi untuk menikmati kehidupan di jaman moderen yang menjanjikan kebahagian material melimpah ternyata justru sebaliknya menjerumuskan orang ke dalam jurang masalah yang lebih berat.
Dalam ajaran Budha ada beberapa praktik yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan pertumbuhan mental seseorang. Praktik ini bisa dilakukan siapa saja tanpa memandang agama yang dianut. Praktik tersebut antara lain:
Mindfulness
yakni praktik kesadaran. Anda harus melibatkan diri atau hadir pada moment saat ini, tanpa pengaruh hal lain baik di masa lalu maupun masa akan datang. Fokuskan pikiran dan emosi tanpa penilaian baik atau buruk. Jalani kehidupan untuk hari ini dan nikmati. Mindfulness saat ini menjadi tren yang dilakukan banyak orang. Tidak hanya pikiran, mindfulness juga diperaktikan ketika makan, berjalan atau bergerak, bernafas dan lain sebagainya. Misalnya, ketika anda menyantap makanan. Fokus pada pada roma, rasa dan tekstur makanan yang dihidangkan. Perlahan kunyah dan rasakan makanan ketika masuk melalui tenggorokan. Begitu juga ketika berjalan. Lihatlah di sekitar anda, dengar kicauan burung atau suara ranting pohon yang beradu tertiup angin. Intinya fokus pada apa yang dilakukan dan amati sekitar anda. Jauhkan pikiran negatif dan gangguan yang bisa mengecoh pikiran anda. Saat ini banyak orang tidak fokus saat melakukan sesuatu seperti menggunakan telepon genggam ketika makan atau memikirkan banyak hal ketika mengemudikan kendaraan yang bisa berakibat sangat fatal. Mindfulness adalah memfokuskan pikiran untuk saat ini, karena Life is today. Mindfulness bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah meditasi yang saat ini banyak ditawarkan di kota-kota besar.
Berperilaku baik terhadap diri sendiri dan orang lain.
Sayangi diri anda sendiri dan orang lain adalah salah satu kunci untuk menikmati hidup anda. Perilaku menyayangi sesama bisa meredam amarah, menjauhkan permusuhan dan sifat agresi dalam diri manusia. Dunia saat ini tanpa rasa maaf dan peduli terhadap sesama. Lihatlah ketika kita berlalu lintas. Perilaku rasional tidak lagi digunakan, yang penting tujuan. Sikap ini secara tidak langsung menujukan permusuhan dan agresif yang merugikan kita sendiri. Kondisi seperti ini banyak terjadi di kehidupan urban dimana interaksi manusia sudah terkotak – kotak dan artifisial atau tidak lagi alamiah. Tingginya angka kriminalitas di kota besar juga memperlihatkan tidak ada lagi ada rasa peduli dan kasih sayang. Ayah membunuh anak dan sebaliknya sudah menjadi berita yang kita konsumsi sehari-hari. Sikap kasih sayang ini harus dimulai dari diri sendiri. Mulailah dari menyayangi diri anda sendiri.
Ketika anda mengalami burnout atau stres luar biasa karena gagal mengejar tenggat waktu dalam pekerjaan, anda biasanya mulai kesal dan mengkritik bahkan mengutuk diri sendiri karena pekerjaan anda selama berjam-jam terbuang percuma. Hal tersebut justru akan menyiksa diri anda sendiri dengan emosi negatif. Jika anda mempraktikan sikap Self Compassionate, cobalah berfikir dan bertanya pada diri anda sejenak. Anda manusia dan manusiawi jika anda berbuat salah. Beristirahat sejenak dan minta bantuan orang lain. Saat anda memperlakukan diri anda dengan baik maka akan timbul sikap sabar dan empati terhadap orang lain. Sikap anda secara tidak langsung akan menjadi inspirasi bagi orang lain, minimal rekan sekerja anda. Katakan selalu pada diri anda, “ Saya harus berbuat sebaik mungkin” atau “ It’s okay, saya coba tangani masalah saya dengan baik” .
Seneca, seorang filsuf Romawi mengatakan banyak orang bersikap keras terhadap diri sendiri dengan menyalahkan dan mengkritik diri sendiri sehingga menimbulkan pikiran negatif dan hilang kepercayaan diri. Menurut Seneca, manusia harus menerima segala kelemahan dan keterbatasan tanpa harus malu dan takut. Kendalikan apa yang bisa dikendalikan dan ikhlas apabila terjadi diluar kehendak kita. Dengan begitu, menurut Seneca, hidup akan tenang dan damai.
Menerima Apa Adanya
Belajar menerima apa adanya dalam hidup ini, karena dunia akan tetap ada, berubah dan abadi. Kehidupan berjalan sesuai dengan logikanya sendiri. Ia tidak mengenai baik dan buruk, bencana dan berkah, musibah atau keberuntungan. Kita, manusia yang justru menilai atau men-judge kehidupan. Kebaikan dan keburukan hanya persepsi. Bila kehidupan ini dijalani apa adanya, manusia tidak akan menderita dengan rasa bersalah, menyalahkan orang lain atau perasaan putus asa. Apa yang terjadi dalam kehidupan tidak akan berubah. Life is the same under the sun.
Sadh Guru, tokoh spiritual asal India mengatakan, sikap menerima merupakan dasar dari kehidupan yang bermakna dan bahagia. Menurut Sadh Guru, sikap menerima bukan sikap pasrah atau menarik diri dari dunia, melainkan menerima kenyataan yang terjadi lalu bertindaklah dari sudut pandang yang lebih jernih dan penuh pengertian. Dengan menerima kenyataan, menurut Sadh Guru, manusia akan terbebas dari kecemasan dan kekuatiran dan merasakan kedamaian dan ketenteraman.
Akhir-akhir ini, kita marah dan kecewa akibat Piala Dunia U20 yang seharusnya diselenggarakan di Indonesia gagal. Gara-gara pernyataan dua orang gubernur, FIFA akhirnya membatalkan perhelatan tersebut. Jutaan orang kecewa dan mengutuk kedua gubernur tersebut di media sosial. Tidak jarang mereka memaki dan mengejek anak dan istri mereka. Kekecewaan tersebut bisa dipahami, namun kita juga harus belajar menerima situasi tersebut sebagai suatu kenyataan agar diri kita sendiri tidak dilanda kebencian dan kecemasan berlarut yang bisa merusak kesehatan mental.
Sadh Guru mengatakan :
“ Acceptance means not trying to change what is, because once you accept it, it’s already changing”
Sikap menerima bukan mencoba mengubah apa yang terjadi, karena ketika anda menerimanya, situasi pun sudah berubah. Intinya, sikap menerima adalah keniscayaan, karen yang tidak berubah adalah hidup ini adalah perubahan.
Materialisme
Kehidupan manusia semakin hari semakin menjadi lebih baik. Tingkat kematian semakin rendah akibat kemajuan teknologi kesehatan. Makanan berlimpah dan kecerdasan buatan atau Artificial Intelegent membantu manusia menjadi lebih mudah menjalani kehidupan. Namun semua hal tersebut tidak membuat manusia menjadi lebih bahagia. Benar pepatah yang mengatakan, harta tidak akan membawa kebahagian bagi seseorang.
Materialisme saat ini menjadi ukuran seseorang sukses dan berhasil. Lihatlah di media sosial, bagaimana para pesohor memamerkan mobil dan rumah mewah mereka. Tetapi cobalah anda bertanya apakah mereka hidup berbahagia? Menikmati setiap detik waktu yang berjalan? Belum tentu. Bisa jadi bila mau jujur, mereka merasa hampa dan semua harta yang mereka miliki pada akhirnya membosankan.
Salah satu ajaran Budha yang sentral adalah hidup minimal. Bukan berarti hidup tanpa benda atau harta, tetapi sebaliknya benda dan harta hanya menjadi pelengkap bukan tujuan hidup. Budha mengajarkan semakin banyak benda dan harta yang anda kumpulkan, emosi anda akan melekat dan akan sulit melepaskan keterikatan tersebut. Akhirnya, anda akan terperangkap dalam materialisme yang berakhir dengan perilaku serakah, cemas dan cemburu.
Gerakan minimalis saat ini mulai menjamur di beberapa negara, termasuk Indonesia. Joshua Millburn dan Ryan Nicodemus, yang merupakan salah satu pelopor gerakan ini mengatakan :
“The things you own end up owning you. It’s only after you losing everything that you are free to do anything”
Harta benda yang anda miliki pada akhirnya akan menguasai kamu. Kecuali jika anda melepaskannya semua, maka anda akan menikmati kebebasan. Kasus yang menimpa para pejabat yang terseret kasus korupsi kerap tidak menjadi pelajaran bagi yang lain. Bahwa memburu harta dan materialisme suatu saat akan menjerat anda masuk ke dalam pusaran masalah yang akan berakhir dengan penyesalan.